Menangis Karena Mastitis

Dewi Warsito, 32 tahun

 

Ternyata Ada Cara Praktis Supaya Busui Nggak Mastitis. Zaman dulu, nih, ibu saya selalu bilang kalau menyusui itu gampang. Tinggal templok bayinya ke payudara, mak-lep, langsung anteng menyusu. Berbekal ‘mitos’ itulah kemudian saya menggampangkan aktivitas menyusui ini.

Ya, iya, dong, menyusui itu adalah kegiatan paling alami bagi wanita. “Semua perempuan pasti bisa menyusui bayinya setelah melahirkan,” kata ibu saya haqul yaqin. Saya pun manggut-manggut. Lalu sepanjang kehamilan santai kayak di pantai, nggak cari-cari ilmu soal posisi, nutrisi ibu menyusui, hingga segala problemanya.

Jeng...jeng...tepat setelah melahirkan anak pertama saya, Awan, beberapa tahun yang lalu, nilai saya buat ujian praktik menyusui ini merah buibu. Haish, saya sampai nangis terus karena merasa aktivitas menyusui di bulan-bulan pertama sungguhlah menyiksa. Kalau lihat poster-poster ibu menyusui yang tersenyum sambil melihat bayinya, dengan rambut tergerai indah karena habis di-blow dry, ingin rasanya saya robek-robek sambil bilang, “Ini semua kebohongan belaka!” Biarin, dibilang lebay, biarin!

                         

Akhirnya mengalami juga yang namanya mastitis

Sungguh saya, tuh, setelah melahirkan anak pertama kayak depresi banget. Sudahlah nangis melulu karena baby blues, puting payudara lecet, pernah kena milk blister, payudara pun sakit akibat mastitis. Buat yang belum ngeh apa itu mastitis, ini merupakan infeksi pada jaringan payudara, sehingga mengakibatkan payudara terasa sakit, bengkak, panas dan memerah. Beberapa teman yang infeksinya parah, bisa sampai meriang, hingga demam. Seorang kolega malah harus operasi karena bengkak banget dan bernanah. Duh...

 

Ini penyebab mastitis

Singkatnya penyebab mastitis itu banyak, sih. Ada yang karena kemasukan bakteri di saluran ASI melalui puting yang lecet, ada juga yang karena payudara tidak dikosongkan setelah bayi menyusu, bahkan bisa karena menggunakan bra yang terlalu ketat hingga menyebabkan aliran ASI nggak lancar.

Tapi kalau dalam kasus saya, sepertinya karena nggak pinter mengosongkan ASI. Jangankan memerah ASI, saya bahkan nggak merasa perlu punya breastpump kala itu. Ya, karena itu tadi, nggak merasa perlu mengedukasi diri tentang menyusui. Untungnya mastitis saya pada saat itu nggak parah-parah banget. Sampai bengkak dan merah, sih, payudara saya, tapi nggak sampai demam. Dan menurut dokter senior di RS Carolus, masih bisa ditangani dengan massage sendiri.

 

Belajar ke klinik laktasi

Saat-saat saya sudah nggak tahan dengan ‘penyiksaan’ mastitis ini, saya pun curhat ke senior sesama ibu menyusui. Via telepon, soalnya saya saat itu masih cuti. Dia pun menyarankan saya untuk ke rumah sakit Carolus di bilangan Jakarta Pusat. “Beneran, deh, banyak banget ilmu yang bakal kamu dapet kalau belajar menyusui di sana,” tegasnya.

Baiklah, walau terbilang jauh, antara Bintaro dan Salemba, saya pun niat banget-banget ke klinik laktasi di sana demi belajar mencintai aktivitas menyusui ini. (Sumpah, ini juga kali pertama saya dengar ada yang namanya klinik laktasi. Haish…)

Walau saya akhirnya harus “dimarahin” sama dokter senior sekaligus konselor laktasi, dr Jeanne Purnawati, karena sedikit terlambat belajar tentang menyusui, aku pasrah. Menurut dr Jeanne, mastitis yang saya alami memang nggak terlalu parah, nggak seperti ibu yang di sebelah saya yang sudah bengkak dan bernanah, sehingga harus segera dioperasi *tutupmuka*.

“Jadi ibu, belajarlah massage, posisi menyusui yang benar, dan memerah ASI, ya, tidak pakai pompa tidak apa-apa, nanti saya ajarkan pakai tangan saja,” katanya meneduhkan, duh, habis dimarahin, saya disayang-sayang. Terima kasih dr. Jeanne...

 

Cara massage dan memerah ASI pakai tangan

Untuk massage payudara demi menghindari mastitis dan memperlancar produksi ASI, dr. Jeanne mengajarkan saya untuk melakukannya setelah mandi, ketika kulit dalam keadaan lembap. Boleh juga ditambah olive oil biar licin. Ada 2 gerakan penting yang diajarkan.

1.    Sangga payudara kanan dengan tangan kiri. Menggunakan jari telunjuk, tengah dan manis, massage payudara dengan gerakan spiral dari arah dada ke ujung payudara. Seluruh bagian payudara jangan lupa. Lakukan hal yang sama di payudara sebelahnya.

2.    Dengan menggunakan punggung pergelangan tangan (bagian yang sejajar dengan ibu jari), massage ke arah ujung payudara secara melingkar. Nah, di bagian ini kita bisa, nih, ngerasain mana saluran ASI yang masih mrengkel-mrengkel kalau istilah saya.

Untuk memerah ASI sebenarnya gampang banget. Haish, kenapa nggak belajar dari dulu, sih, Dew? Jadi setelah di-massage sebentar, sangga payudara kanan dengan tangan kiri, lalu posisikan ibu jari, jari tengah dan jari manis kanan di arah jam 3 dan jam 9 pada payudara kanan, berganti-gantian dengan posisi jam 12 dan jam 6. Lalu perah payudara. Rasanya, pas lihat ASI keluar dengan derasnya ke cangkir, hati bahagia banget. Selain produksi ASI lancar, saya pun terbebas dari mastitis. Aku padamu dr. Jeanne, huhuhu...

 

SUPAYA NGGAK NANGIS KARENA MASTITIS

Sebelum pulang dr. Jeanne pun menghampiri saya, membekali saya dengan beberapa tips supaya nggak mastitis lagi, aktivitas menyusui lancar, dan bukan cuma anak saya yang bahagia, tapi sayanya juga. Dua-duanya happy!

·         Rajin massage payudara, setiap hari, setiap kali habis mandi. Satu kali sehari tidak apa-apa, asal rutin.

·         Tetap menyusui secara rutin, walau mungkin ada saluran yang tersumbat. Usahakan kosongkan payudara setiap kali selesai menyusui, caranya, ya, adalah dengan teknik memerah ASI itu tadi, yang terkenal dengan nama teknik Marmet.

·         Pastikan latch-on atau pelekatan mulut bayi saat menyusu benar-benar pas dan tepat, yaitu mulutnya menutup seluruh aerola payudara.

·         Menurut dr. Jeanne, jangan sampai bayi 'ngempeng' di payudara. Acara ngempeng ini biasanya akan membuat ASI dalam payudara tidak betul-betul habis. Baru tahu banget, lho,ini.

·         Bila ada kesempatan, beristirahat. Minta bantuan orang yang dipercaya, supaya istirahatnya berkualitas. Teori ini, mah, kata saya. Dalam hati tapi, nggak berani ngomong keras :)

“Jangan lupa, ya, ibu, nutrisi saat menyusui juga harus ibu penuhi. Tahu, nggak, kalau nutrisi ibu nggak bagus, kualitas ASI juga nggak bagus,” begitu akhir kata dari dr. Jeanne.

Siap, dok! Saya bahkan minum susu khusus buat ibu menyusui. Walau ada juga yang bilang susu apa saja boleh, tapi kalau saran dari sahabat yang juga lulusan fakultas gizi di Universitas Diponegoro, Semarang, susu khusus busui umumnya sudah ditambah berbagai kebutuhan vitamin dan mineral yang sudah difortifikasi. Jadi selain kalsium, busui dapat lebih banyak manfaat dari susu.

Pengalaman mastitis ini akhirnya membuat saya bertekad supaya teman-teman busui seperjuangan nggak merasakan hal yang sama dengan saya. Saya juga aktif berbagi ilmu soal menyusui, mengajarkan teknik marmet dan pijat payudara saat mengunjungi teman yang melahirkan, dan sukarela berbagi ilmu ketika diminta.

Iya, menyusui adalah hal yang paling natural bagi seorang perempuan. Tapi pada praktiknya, nggak semudah membalikkan telapak tangan. Buat sebagian besar ibu, terutama ibu baru, penting untuk mengedukasi diri soal aktivitas menyusui, mulai dari posisi, problemnya, hingga nutrisi yang dibutuhkan selama masa kehamilan.

Happy Breastfeeding semuanya!

 

*Cerita di atas berdasarkan pengalaman pribadi, jika Mum menemui permasalahan yang sama pastikan untuk konsultasi ke dokter terlebih dahulu.