Menyiasati Kendala Latching On saat Breastfeeding

Andi Mirati Primasari, 28 tahun

 

Buatku, memiliki anak adalah sebuah anugerah dari Allah. Sampai kapanpun, bahkan mungkin jika nanti saya sudah sangat berumur dan pikun, saya yakin tak akan pernah bisa melupakan betapa keajaiban Tuhan benar-benar bekerja dalam proses persalinan, hingga saya bisa bertemu dan melihat bayiku untuk pertama kalinya.

Saat melihat wajah mungilnya, duniaku seolah langsung teralihkan padanya, seakan ingin selalu fokus untuk memberikan yang terbaik untuknya.

Rasa haru pun seketika menyeruak ketika perawat menyuruhku untuk segera menyusui anakku, beberapa jam setelah bersalin. Sebelumnya memang sang suster sudah mengingatkan agar setelah anakku lahir, saya harus langsung menyusuinya, karena aliran ASI pertama (Colostrum) adalah yang terbaik bagi bayi, bermanfaat untuk meningkatkan IQ anak.

Saat itu adalah momen breastfeeding pertamaku, sehingga saya masih sulit untuk menyusui dengan nyaman. Suster kemudian memandu untuk mengarahkan badanku pada posisi rileks, agar anakku bisa ikut nyaman saat meminum ASI. Saya sangat bersyukur karena produksi ASI cukup lancar, dan anak mengonsumsinya dengan baik. Jadi, Saya tidak perlu repot mencari susu pengganti ASI lagi.

Namun, menyusui di saat awal melahirkan memang sedikit sulit bagiku, selain harus menahan rasa perih luka bekas bersalin yang masih perih, saya juga harus beradaptasi dan membiasakan diri dengan pola hidup baru yang mengharuskan saya selalu siaga menyusui ketika bayi terbangun, kapanpun itu, meski larut malam sekalipun, alasannya jangan sampai bayi lapar atau beresiko kolik, bila telat disusui, karena asupan makanannya masih sepenuhnya berasal dari ASI.

Satu hal yang juga agak menyulitkanku saat pertama kali melalukan breastfeeding adalah latching on (posisi perlekatan dengan bayi yang kurang tepat), sehingga di tahap awal masih agak bingung mencari posisi yang tepat agar bayi bisa aman menyusui.

Akibat posisi perletakan yang kurang pas saat menyusui, beberapa ibu kerap mengalami puting sakit atau membengkak. Saya pun pernah mengalaminya. Karena sakitnya tidak tertahankan lagi, saya kemudian minta pertolongan lagi pada suster agar bisa dipandu untuk mencari posisi menyusui yang pas, agar proses menyusui berjalan lancar.

Oleh bidan, saya disarankan untuk bersandar di sandaran kasur yang sudah agak dimiringkan. Kemudian, tanganku diganjal dengan bantal sebagai penahan agar tidak pegal saat memangku bayi. Posisi bantal penahan disesuaikan dengan posisi kepala bayi.

Jika kepala bayi di sebelah kanan, maka bantal mengganjal tangan kanan kita, begitupun sebaliknya. Lalu, demi kenyamanan bayi saat menyusui, usahakan jangan sampai salah satu tangannya terimpit badan kita, posisikan agar tangannya bisa diletakkan di belakang tangan kita, seolah memeluk.

Praktik yang diajarkan bidan inilah yang terus saya latih dan biasakan, bahkan setelah pulang dari Rumah Bersalin. Alhamdulillah.. seiring waktu berjalan, meski kadang masih harus minta bantuan orang-orang terdekat, saya mulai terbiasa dan lama-lama menjadi senang dengan aktivitas baruku ini.

Selang 3 bulan setelah melahirkan, anakku semakin menunjukkan respons positif terhadap ASI. Setiap ia bangun, pasti langsung menunjukkan ekspresi lapar, dan saat itulah saya harus selalu siap untuk menyusuinya. Alasan ini pula yang menyebabkan saya memutuskan untuk tidak lanjut bekerja lagi sebagai karyawan di perusahaan.

Oh iya.. saya belum sempat cerita di awal.. Sebelumnya saya aktif bekerja di perusahaan tambang (nikel dan batubara) sebagai field geologist yang mengharuskan saya melakukan eksplorasi ke target area di daerah-daerah yang cukup jauh.

Pekerjaan inilah yang kadang membuat saya harus jauh dari rumah, lantaran harus berpindah-pindah ke Sulawesi atau Kalimantan. Namun, mengingat kebutuhan utama anak saya terhadap ASI yang saya produksi, timbul rasa tidak tega yang membuat saya ingin fokus saja menjalani peran sebagai ibu rumah tangga.

Meskipun begitu, menyusui justru membuat saya makin happy, apalagi mengingat manfaat ASI yang sangat baik untuk saya dan bayi, di antaranya:

  • ASI memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan bayi pada 6 bulan pertama (ASI Eksklusif).

  • ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi.

  • Bagi ibu, menyusui bisa mengurangi stres dan risiko depresi (baby blues) usai melahirkan.

  • Breastfeeding mampu meningkatkan bonding (ikatan/kedekatan emosional) antara ibu dan bayi.

Tak jarang ada orang-orang terdekat menyarankan saya untuk melakukan breastpumping, namun anak saya justru tidak senang dengan ASI hasil pumping, sehingga mau tidak mau, saya harus mengerti, bahwa anak saya ingin ibunya selalu ada di dekatnya.

Seiring waktu berjalan, hingga saat ini anak saya sudah berusia 2 tahun lebih, ia masih terus mengonsumsi ASI langsung dari saya.

Karena melihat antusiasme anakku terhadap breastfeeding, beberapa temanku sempat takjub dan menanyakan tips agar produksi ASI bisa terus lancar.

Jujur, ketika ditanyai tentang tips, saya sempat bingung karena saya merasa tidak melakukan hal-hal khusus, ritual khusus, ataupun pantangan selama menyusui. Saya hanya ingin fokus saja dengan anak, meningkatkan bonding dengannya, dan menyusui menjadi satu jalan tepat untuk itu. Semangatnya untuk menyusulah yang justru menjadi penolong utama untuk meningkatkan produksi ASI.

Saya hanya berpikir, tanggung jawab kita sebagai seorang ibu dari anak yang aktif mengonsumsi ASI selain menjaga kuantitasnya, juga tak boleh melupakan kualitas ASI itu sendiri. Karenanya, saya harus selalu membiasakan diri untuk makan makanan bergizi untuk mencukupi kebutuhan nutrisi saya dan anak selama masa breastfeeding, seperti karbohidrat, protein nabati dan hewani, sayuran dan buah, serta asupan lemak dalam porsi yang pas. Tak lupa, saya juga berusaha meminum air putih lebih dari 8 gelas sehari agar terhindar dari dehidrasi atau gampang lemas.

Untuk menunjang kebutuhan gizi selama masa menyusui, saya juga rajin mengonsumsi Susu Anmum Lacta khusus Ibu Menyusui sebagai nutrisi tambahan. Saya memilih Anmum karena dalam satu gelasnya sudah terkandung GA dan DHA yang penting untuk nutrisi otak, vitamin B Kompleks yang mendukung pembentukan energi yang diperlukan untuk produksi ASI.

Selain itu, serat pangan yang terkandung membantu memelihara fungsi saluran pencernaan, serta kandungan kalsium dan zat besi yang sangat penting untuk menunjang aktivitas menyusui. Menurut saya, kandungan gizi Anmum sudah lengkap sebagai nutrisi harian saya sebagai ibu menyusui.

Nah.. Ibu-ibu, sekian cerita saya.. Saya yakin ibu-ibu lain juga punya pengalaman breastfeeding yang tidak kalah menariknya dengan saya.. Jangan ragu untuk berbagi yaa..

Semoga bermanfaat.

 

*Cerita di atas berdasarkan pengalaman pribadi, jika Mum menemui permasalahan yang sama pastikan untuk konsultasi ke dokter terlebih dahulu.

 

Sumber: https://kumparan.com/primasari-mirati/menyiasati-kendala-latching-on-saat-breastfeeding-27431110790557744